Saturday, October 1, 2016

Keresahan saya terhadap YouTube

YouTube, YouTube, YouTube

Sudah beberapa tahun ini, saya mengalihkan hiburan saya dari Televisi ke YouTube. Hanya tiga stasiun TV yang masih saya tonton hingga saat ini. KompasTV, MetroTV, dan NetTV. Sesekali menonton Doraemon di RCTI. Mungkin, akan beda lagi ceritanya kalau saya berlangganan TV kabel.

Saya beralih bukan karena YouTube lebih baik dari TV. Saya beralih karena saya merasa acara di televisi makin membosankan. (Kecuali di tiga stasiun tadi). Acara musik yang itu-itu saja, sinetron yang ceritanya menyimpang dari judul, dan “infotainment” yang lebih mengungkap perselingkuhan artis dari pada kegiatan artisnya. Atau memang itu salah satu kegiatan ?

SUMPAH, saya ENGGA BUTUH ACARA SEPERTI ITU.

Di tengah keadaan yang seperti itu saya melihat YouTube sebagai sesuatu yang menarik. Broadcast Youself. Setiap pengguna mendaftar, membuat videonya sendiri, lalu mengunggahnya. Seperti punya stasiun TV sendiri. Sebuah sistem yang menawarkan kebebasan berekspresi dan berkreasi. Berkat sistem inilah saya menjadi tahu ada Tangan Belang yang hobi merakit PC. Ada Ario Pratomo seorang ayah muda yang bercerita tentang kesehariannya. Atau Andira Pramanta penyiar radio yang asik gayanya. Serta para creator lainnya.
  
Saya semakin menyukai YouTube ketika saya menemukan Casey Neistat. Seorang Vlogger yang tinggal di New York, yang entah kenapa ada saja sesuatu yang membuat saya tertarik untuk menontonnya SETIAP HARI.


Namun, dari banyak hal menarik itu tentu ada juga yang membuat saya sampai mengernyitkan kening. Semua karena kebebasan berekspresi.

Kebebasan Berekspresi

Kebebasan berekspresi sering kali disalah artikan. Sering kali ini diartikan dengan bisa berbuat apapun asal menjadi diri sendiri. Kebebasan berkespresi inilah yang mungkin kemudian menjadi tameng untuk membuat konten yang penuh dengan kata-kata kasar dan tontonan yang tidak “baik” untuk anak dibawah umur.

Menurut saya ini agak keliru. Ada aturan dan norma yang mau tidak mau harus dipatuhi. Bukan untuk mengekang atau membuat diri kita menjadi MUNAFIK. Semua diatur agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Lalu, siapa yang bertanggung jawab ?

KITA. Kita adalah orang-orang yang bertanggung jawab membuat konten “buruk” terus menyebar. Saat konten buruk muncul setidaknya ada tiga hal yang kita lakukan. LIKE, DISLIKE, dan COMMENT.

Saat jumlah LIKE meningkat maka konten tersebut akan muncul di Trending Topic Youtube. Lalu akan muncul berita “Belum 1 minggu diunggah Video A mendapat 1 juta Like”. Lalu kita akan penasaran, menyebar, menyebar dan terus menyebar.

Saat jumlah DISLIKE meningkat berita yang sama juga akan muncul. Tapi, dengan judul berbeda. “Baru 7 hari diunggah Video A mendapat 1 juta Dislike, ada apa dengan Video A?”

Saat jumlah COMMENT meningkat maka akan muncul berita, “AA mendapat banyak komentar negatif karena mengunggah video bermain kelereng” misalnya.

Saat berita-berita itu muncul maka akan ada meme, parody dan hal lainnya tentang Video A. Video A menjadi makin dikenal dan menyebar. Hingga akhirnya sampai pada penonton dibawah umur.

Jadi, apa yang harus kita lakukan ?


LAPOR. Jika ada konten yang menurut anda buruk cukup LAPOR. Jangan LIKE, DISLIKE, COMMENT, ataupun membuat konten lain yang membuat konten buruk menjadi lebih dikenal. Di YouTube sendiri kita dapat menemukan tombol lapor di dekat deskripsi video. Untuk lebih jelasnya silahkan klik link berikut >>> https://www.youtube.com/yt/policyandsafety/id/reporting.html

Akhir kata,…

Jika moral adalah urusan diri sendiri dengan Tuhan.
Maka, Masih perlukah kita mempertontonkannya pada orang lain ?

Salam
Mas Wahono Hayatudin

1 comment :

  1. "Jika moral adalah urusan diri sendiri dengan Tuhan.
    Maka, Masih perlukah kita mempertontonkannya pada orang lain?"

    Saya hanya bisa mengangguk tanda setuju, ya.

    ReplyDelete