Hari
ini semua rasanya random. Semua rasa campur aduk jadi satu. Gue jadi ngerasa
kalau jadi dewasa engga semudah dan seindah seperti yang gue pikirin waktu
kecil.
Ternyata,
jadi dewasa engga hanya menumbuhkan anggota tubuh kita dan membuatnya menjadi
besar. Tapi, menjadi dewasa membuat hal-hal lain menjadi tumbuh dan besar.
Masalah dan pola pikir kita jadi tumbuh mengiringi kedewasaan kita. Menjadi
dewasa engga lagi bicara pacaran dan romantisme ala remaja. Mungkin terkadang kita
masih membicarakan dua hal itu tapi tentu dengan cara dan perspektif yang beda.
Karena kita tahu kalau romantisme hanya salah satu bagian dari hidup kita.
-----
21 Januari 2014
Pagi
masih dingin seperti tiga hari yang lalu, air masih menggenangi jalanan depan
rumah, dan hujan rintik-rintik menemani acara ngeteh pagi keluarga ini.
Di
balik semua pemandangan itu…, lalu dimana gue ?
Gue
sedang asik membaca surat terbuka dari Vita Sinaga untuk Ibu Ani Yudhoyono. Surat
dari seorang Warga Negara Indonesia yang mengaku menjadi salah satu korban
bencana letusan Gunung Sinabung. Surat yang menyatakan betapa senangnya Vita
melihat aktifnya Ibu Ani Yudhoyono di social
media Instagram.
“…jangan Ibu Ani hentikan kegiatan
main tustel, kamera standard professional seharga Rp 250 juta, untuk
menampilkan foto-foto Ibu Ani, Annisa Pohan - anak koruptor bernama Aulia Pohan
- dan juga cucu-cucu dan anak-anak tercinta, karena foto-foto Instagram Ibu Ani
adalah kebahagiaan bagi kami semua: warga pengungsi yang tak memiliki apa-apa
selain air mata…” Tutur Vita Sinaga dalam suratnya.
Setelah
gue membaca surat itu. Gue engga berpikir apakah surat ini benar atau engga.
Yang
gue pikirin adalah gue sebenernya engga jauh beda sama Bu Ani.
Ketika
ada korban letusan Gunung Sinabung yang kesusahan. Gue ada dimana ?
Gue
ada dirumah, minum teh, dan duduk dengan nyaman, sambil sesekali nge-tweet sesuatu yang kadang engga
berguna.
Saat
ada berita bencana itu. Gue dimana ?
Gue
nonton berita mereka. Sambil terenyuh dan bilang “kasihan ya,… mereka”. Saat gue
ngelakuin itu mungkin Ibu Ani udah ngelakui sesuatu yang lebih. Jadi, gue engga
lebih baik dari Ibu Ani.
Gue
engga ada maksud untuk membela segala perilaku Ibu Ani. Tapi, memang inilah
gue. Inilah kita para manusia munafik yang engga sadar siapa diri kita.
Kalau
mau membenci, banyak hal yang bisa gue benci.
Orang-orang yang buang sampah sembarangan tapi protes banjir.
Orang yang bilang biaya pendidikan mahal tapi palsuin status ekonomi.
KORUPTOR.
Mahasiswa yang suka demo tapi omong kosong.
Cara kampanye para capres yang memborbardir media.
MACET.
Segala hal di dunia ini bisa dibenci. Tapi, ada pertanyaan besar.
Orang-orang yang buang sampah sembarangan tapi protes banjir.
Orang yang bilang biaya pendidikan mahal tapi palsuin status ekonomi.
KORUPTOR.
Mahasiswa yang suka demo tapi omong kosong.
Cara kampanye para capres yang memborbardir media.
MACET.
Segala hal di dunia ini bisa dibenci. Tapi, ada pertanyaan besar.
KAMU
UDAH NGELAKUIN APA ? OMONG KOSONG ?
Kita
sibuk ngomong dan sibuk engga suka sama orang lain. Tapi, diri kita udah
ngapain ? Kita ini munafik ya ? Iya, kita. Gue dan Elu
Pertanyaan
itulah yang membuat jadi orang dewasa engga seindah masa kecil. Jadi, kalau ada
remaja yang baca ini. Nikmatin masa remaja kamu dan jadilah sedikit berguna.
Seengganya untuk diri kamu sendiri.
Salam
Juno
Bener juga ya bro, banyak yang menghujat bu Ani tapi melakukan hal yang sama seperti Bu Ani.
ReplyDeleteYa, begitulah bro...
DeleteYa gitulah bang..
ReplyDeleteheeh, harus banyak ngerenung.
DeleteItu blog lu kenapa ? gue buka ko engga bisa. blog tidak terdaftar gitu peringatannya.
Bener sih, seseorang yang kita judge semena - mena kadang tidak lebih baik dari kita.
ReplyDeleteJadi mulai berhati-hati nih klo ngejudge orang
DeleteInilah kita, kawan.
ReplyDeleteLayaknya ikan yang gak merasa dirinya hidup di dalam air, berenang dalam omong kosong dan kemunafikan kita sendiri,
kata2 mu benar kawan *merunduk
Delete