Wednesday, January 22, 2014

Sadar ga kalau kita munafik ? Iya, kita. Gue dan Elu


Hari ini semua rasanya random. Semua rasa campur aduk jadi satu. Gue jadi ngerasa kalau jadi dewasa engga semudah dan seindah seperti yang gue pikirin waktu kecil.


Ternyata, jadi dewasa engga hanya menumbuhkan anggota tubuh kita dan membuatnya menjadi besar. Tapi, menjadi dewasa membuat hal-hal lain menjadi tumbuh dan besar. Masalah dan pola pikir kita jadi tumbuh mengiringi kedewasaan kita. Menjadi dewasa engga lagi bicara pacaran dan romantisme ala remaja. Mungkin terkadang kita masih membicarakan dua hal itu tapi tentu dengan cara dan perspektif yang beda. Karena kita tahu kalau romantisme hanya salah satu bagian dari hidup kita.

-----

21 Januari 2014

Pagi masih dingin seperti tiga hari yang lalu, air masih menggenangi jalanan depan rumah, dan hujan rintik-rintik menemani acara ngeteh pagi keluarga ini.

Di balik semua pemandangan itu…, lalu dimana gue ?

Gue sedang asik membaca surat terbuka dari Vita Sinaga untuk Ibu Ani Yudhoyono. Surat dari seorang Warga Negara Indonesia yang mengaku menjadi salah satu korban bencana letusan Gunung Sinabung. Surat yang menyatakan betapa senangnya Vita melihat aktifnya Ibu Ani Yudhoyono di social media Instagram.
 
“…jangan Ibu Ani hentikan kegiatan main tustel, kamera standard professional seharga Rp 250 juta, untuk menampilkan foto-foto Ibu Ani, Annisa Pohan - anak koruptor bernama Aulia Pohan - dan juga cucu-cucu dan anak-anak tercinta, karena foto-foto Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan bagi kami semua: warga pengungsi yang tak memiliki apa-apa selain air mata…” Tutur Vita Sinaga dalam suratnya.

Setelah gue membaca surat itu. Gue engga berpikir apakah surat ini benar atau engga.

Yang gue pikirin adalah gue sebenernya engga jauh beda sama Bu Ani.

Ketika ada korban letusan Gunung Sinabung yang kesusahan. Gue ada dimana ?
Gue ada dirumah, minum teh, dan duduk dengan nyaman, sambil sesekali nge-tweet sesuatu yang kadang engga berguna.

Saat ada berita bencana itu. Gue dimana ?
Gue nonton berita mereka. Sambil terenyuh dan bilang “kasihan ya,… mereka”. Saat gue ngelakuin itu mungkin Ibu Ani udah ngelakui sesuatu yang lebih. Jadi, gue engga lebih baik dari Ibu Ani.

Gue engga ada maksud untuk membela segala perilaku Ibu Ani. Tapi, memang inilah gue. Inilah kita para manusia munafik yang engga sadar siapa diri kita.

Kalau mau membenci, banyak hal yang bisa gue benci. 

Orang-orang yang buang sampah sembarangan tapi protes banjir. 
Orang yang bilang biaya pendidikan mahal tapi palsuin status ekonomi. 
KORUPTOR. 
Mahasiswa yang suka demo tapi omong kosong. 
Cara kampanye para capres yang memborbardir media. 
MACET. 

Segala hal di dunia ini bisa dibenci. Tapi, ada pertanyaan besar.
KAMU UDAH NGELAKUIN APA ? OMONG KOSONG ?

Kita sibuk ngomong dan sibuk engga suka sama orang lain. Tapi, diri kita udah ngapain ? Kita ini munafik ya ? Iya, kita. Gue dan Elu

Pertanyaan itulah yang membuat jadi orang dewasa engga seindah masa kecil. Jadi, kalau ada remaja yang baca ini. Nikmatin masa remaja kamu dan jadilah sedikit berguna. Seengganya untuk diri kamu sendiri.

Salam
Juno

8 comments :

  1. Bener juga ya bro, banyak yang menghujat bu Ani tapi melakukan hal yang sama seperti Bu Ani.

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. heeh, harus banyak ngerenung.

      Itu blog lu kenapa ? gue buka ko engga bisa. blog tidak terdaftar gitu peringatannya.

      Delete
  3. Bener sih, seseorang yang kita judge semena - mena kadang tidak lebih baik dari kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi mulai berhati-hati nih klo ngejudge orang

      Delete
  4. Inilah kita, kawan.
    Layaknya ikan yang gak merasa dirinya hidup di dalam air, berenang dalam omong kosong dan kemunafikan kita sendiri,

    ReplyDelete